Krisis Laptop Ketika Ujian Akhir Politic of Energy


Professor D.K sudah mengirimkan soal ujian tengah semester. Karena hujan salju mulai reda, aku memutuskan untuk bekerja di perpustakaan. Suhu dingin dan meja kerja yang berdekatan dengan tempat tidur, membuatku selalu mengantuk. Bekerja dari rumah membuatku tidak produktif. Kampus Bilgi sudah kembali buka setelah tutup selama lima hari. Shuttle bus pun telah beroperasi normal seperti biasanya. Setelah sarapan, aku meninggalkan rumah, menuju kampus. Meskipun mentari bersinar cerah, namun sisa – sisa salju masih menutupi taman-taman kota Istanbul, termasuk taman di kampus Bilgi. Sebenarnya, aku tergoda untuk bermain-main salju di taman kampus. Namun, teringat akan ujian akhir mata kuliah Politic of Energy yang tenggat waktunya tinggal tiga hari lagi, aku mengurungkan niat untuk bersenang-senang.

Kampus Bilgi yang masih diselimuti salju.
Kampus Bilgi yang masih diselimuti salju.
Kampus Bilgi yang masih diselimuti salju.
Kampus Bilgi yang masih diselimuti salju.
Kampus Bilgi yang masih diselimuti salju.

Kampus, ramainya minta ampun. Saat itu bersamaan dengan jadwal ujian akhir semester. Perpustakaan yang biasanyanya sepi di pagi hari, sudah mulai penuh ketika aku tiba. Aku bahkan tak bisa mendapatkan tempat favoritku, karena sudah didahului orang. Syukurnya, di lantai dua masih ada sisa satu kursi di meja segi empat yang bisa dipakai oleh empat mahasiswa. Perpustakaan benar-benar penuh. Aku tak hanya berbagi meja dengan tiga mahasiswa lain, namun juga dengan seekor kucing yang tidur dengan nyaman di atas meja. Di musim dingin, banyak kucing-kucing yang masuk ke dalam perpustakaan untuk tidur. Karena mereka tidak mengganggu, biasanya petugas membiarkan mereka tidur dengan tenang. Aku sedikit iri melihat kucing yang tengah tidur nyenyak itu.

Kucing yang sedang tidur dengan nyaman di perpustakaan Bilgi

Ditemani segelas capucino yang kubeli dari Espresso coffehouse, aku mulai bekerja  mengerjakan soal-soal ujian yang diberikan professor D.K. Ujian ini, hampir mirip dengan ujian tengah semester. Dimana dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan professor DK, kami harus menjawabnya dengan menghasilkan tulisan ilmiah sebanyak 2500 kata. Hanya saja, soal ujian akhir semester ini lebih kompleks, dan membutuhkan lebih banyak referensi.

Hal yang paling kusuka ketika belajar di perpustakaan adalah aku menjadi lebih produktif. Seharian bekerja, aku sudah menulis sebanyak seribu kata yang sudah diedit, dan seribu kata yang lain, yang menunggu untuk diedit. Dan, terjadilah petaka di sore itu. Tanpa sengaja, cangkir berisi capucino tergelincir dari tanganku dan menjatuhi laptop. Rasanya seperti kiamat. Laptopku mulai berkedip-kedip dan akhirnya mati. Dan aku belum menyimpan tulisan ke dalam external hard disk. Aku langsung pulang ke rumah. Kulakukan apa saja untuk mengeringkan dan membersihkan sisa tumpahan capucino. Termasuk meletakkan laptop di atas pemanas ruangan, berharap sang laptop bisa hidup kembali. Rasanya seperti mau mati saja. Jadwal pengumpulan ujian tinggal dua hari lagi. Bagaimana mungkin aku bisa mengumpulkan berbagai bahan dalam dua hari saja. Aku tak bisa tidur semalaman membayangkan nasibku untuk mendatangi professor D.K demi meminta tenggat waktu. Dan aku sudah bisa membayangkan reaksi professor D.K “That’s okay. But your score will be cut for 20 per cent for being late. A rule is a rule”.

Lewat tengah malam, aku mencoba keberuntunganku. Kuhidupkan laptop diiringi dengan doa yang tak berhenti-henti. Dan, keajaiban pun datang. Tiba-tiba, laptop itu hidup kembali. Aku pun menjadi sangat bergairah untuk menyelesaikan tulisan dan lupa untuk menyimpan tulisan ke dalam external hard disk. Bodoh benar aku.

Esok paginya, aku datang lebih awal ke kampus Bilgi. Untuk mengantisipasi, jika laptopku bermasalah, aku masih bisa menggunakan komputer kampus yang tersebar di penjuru perpustakaan dan gedung-gedung kuliah. Komputer ini bisa dipakai bebas untuk seluruh mahasiswa, hanya dengan memasukkan user name dan password saja. Ternyata, sang laptop masih bisa bekerja sama, masih bisa dihidupkan. Namun, keyboardnya sedikit macet, karena tumpahan kopi kemaren. Namun, aku masih tetap tak memasukkan tulisan yang sudah kutulis ke dalam flash disc. Intissar juga datang ke perpustakaan, dan kami duduk berdampingan. Tiba-tiba, layar laptopku menjadi semakin gelap, hingga akhirnya gelap total. Kali ini aku panik dan merutuki diri. “Tolol sekali kau Nurul. Tak belajar dari pengalaman. Kenapa tak kau simpan tulisan ini di external hard disk atau flash disk,” Entahlah. Kadang-kadang aku sendiri pun tak mengerti akan jalan pikiranku.

Aku kena serangan panik lagi. Intissar berusaha menenangkanku. Kudengar dia membaca doa-doa ketika mencoba memencet-mencet tombol power di laptopku. Dan, keajaiban itu datang kembali. Sang laptop kembali bersinar terang. Kali ini aku tak main-main. Setiap 10 menit, kusimpan hasil tulisanku ke dalam external hard disk. Aku bersumpah. Jika ujian ini berakhir dengan sukses, aku akan membeli laptop baru.

Advertisement

5 comments

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s