
https://www.istockphoto.com/tr/en/vector/midterm-exam-school-and-education-vector-icon-background-gm806841908-130728549
Mata Kuliah Politic of Energy satu-satunya mata kuliah yang menerapkan ujian tengah semester. Sementara, dua mata kuliah wajib yang kuambil di semester itu tidak mengadakan ujian. Kelas Theory of IR masih sibuk berdebat. Sementara kelas Methodology, kami disibukkan dengan berbagai assignments. Pengumpulan reflection paper dan research question bersamaan dengan waktu ujian tengah semester. Jadi, ini bisa dikatakan sebagai ujian tengah semester untuk mata kuliah Methodology.
Sementara, di mata kuliah Politic of Energy, Professor D.K tidak memberikan tugas. Yang menentukan nilai akhir adalah nilai ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Masalah kehadiran juga tidak mempengaruhi nilai. Namun, Professor D.K menegaskan,
“I told you one more time. If you do not read or come to the class, I guarantee that you will not understand the question”
Sebelum masuk ke kelas, beberapa hari sebelumnya biasanya Professor D.K akan meng upload beberapa artikel di Blackboard learning system untuk tugas bacaan. Semua yang terdaftr di mata kuliah ini bisa men download artikel-artikel tersebut. Dia tidak akan menyinggung-nyinggung artikel ini di dalam kelas. Namun, jika tak membaca bahan bacaan ini, jangan harap bisa mengerti tentang apa yang akan disampaikan Professor D.K di dalam kelas. Artikel-artikel ini hanyalah sebagai pengetahuan dasar saja. Aku tak habis pikir, bagaimana seseorang bisa masuk kelas tanpa membaca sedikitpun. Kalau aku, jelas akan bingung sebingung-bingungnya begitu tiba di kelas tanpa bekal apapun.
Laz yang memang selalu bolos mulai merasa khawatir. Kali ini alasannya bolos bukan karena bekerja. Namun, karena mengurus izin tinggalnya. Kami pun tak habis pikir, apa yang membuatnya begitu sibuk dengan urursan izin tinggal hingga tak bisa datang ke kampus. Sehari sebelum hari kuliah, biasanya dia akan mengirimkan pesan kepadaku.
“Dear my sister. I will not be able to come to the class today. I am still working on my resident permit” begitu katanya hampir tiap minggu. Setelah kelas berakhir, biasanya dia akan mengirim text, “Can i see your note for the class today?”
Yang kulakukan hanya memfoto diagram-diagram kacau balau yang digambar oleh Professor D.K di papan tulis, dan mengirimkannya pada Laz. Benar perkiraanku. Jika tak datang ke kelas, tak akan mengerti asal muasal dan maksud diagram tersebut. Gambarnya centang prenang sekali.
“Nurul. What does this diagram mean?” tanya Laz di telepon.
“Oh. You will not understand if I explain it on the phone.If you want, when there’s no class, we can sit together somewhere and I can tell you what it is,” jawabku dengan sedikit berbaik hati.
Laz berjanji akan membuat janji untuk bertemu, namun hal itu tak pernah terjadi.
Tibalah waktu ujian. Ujiannya berupa ‘take home exam’, dimana professor D.K memberikan beberapa pertanyaan yang harus kami jawab dalam bentuk tulisan ilmiah sebanyak 2500 kata. Professor D.K juga mengegaskan, akan ada nilai tersendiri untuk reference. Artinya, semakin banyak reference, semakin bagus. Laz meneleponku begitu soal ujian keluar.
“My sister. Can I get some of your references?”
Kali ini aku tak mau berbaik hati. Aku sudah menawarkan untuk belajar bersama, mengajarinya untuk beberapa hal yang tak dimengerti olehnya. Hal itu harus dilakukan sebelum ujian, bukan saat ujian. Jadi, aku tak mau basa-basi. Kujawab saja, “Oh. I am sorry. I can’t give it to you. Apparently professor D.K gave us a lot of reading materials to us.” Anak ini bahkan terlalu malas untuk men download bahan bacaan yang sudah diberikan Professor D.K setiap minggu.
Kami diberikan waktu selama tiga hari untuk menyelesaikan ujian. Namun, aku tak mau menunggu hingga last minute. Setelah mengecek berkali-kali, aku meng upload dokumen ujianku di Blackboard, dan mengklik tombol submit sesudahnya. Maria mengalami sedikit kesulitan. Saat ujian berlangsung, Maria tengah berada di Madrid. Entah apa yang salah dengan komputernya sehingga dia tak bisa log in ke Blackboard learning system. Kukatakan padanya untuk langsung mengirim jawaban ujian melalui email Professor D.K. Maria khawatir sekali. Sambil menenangkan kukatakan padanya kalau aku akan memberitahu profesosor D.K tentang lembar dokumen ujiannya.
Di minggu pertama setelah ujian, kami masuk ke kelas. Maria belum masuk kelas. Dia akan tiba malam nanti dari Madrid. Hal pertama yang kulakukan adalah mendatangi Professor D.K untuk menanyakan apakah beliau sudah menerima lembar jawaban ujian milik Maria.
“Tell your friend, I got her answers on time. Don’t worry about it”
Begitupun, Professor D.K tampaknya tak terlalu senang dengan beberapa reaksi dari teman-teman sekelas. Salah satu yang membuatnya kesal adalah adanya email dari seorang teman yang menanyakan standar apa yang digunakan oleh Beliau dalam memberikan nilai.
“I got an email from some people in this class after sending the exam questions. And guys, please if you have any question, you’re all welcome to come to my office to discuss about anything. But, before the exam. Not during the exam. And, one of your friend questioned my standard in giving the grade for this class. And it’s not the nice question to be asked to your professor, particulalry during exam. I have no idea who sent that email to me,” katanya masam.
Minnie, mahasiswa asal Jerman tiba-tiba mengakat tangan,
“Sorry Professor. I sent that email to you” beberapa orang tertawa mendengar pengakuan Minnie.
Professor D.K hanya memandang Minie antara geram dan geli. Minnie selalu membuatnya sibuk di dalam kelas. Menanyakan hal-hal yang terkadang tidak ada hubungan dengan mata pelajaran yang disampaikan hari itu. Seperti menanyakan indeks harga minyak pada hari itu. Professor D.K pun menjawab, “Guys. Please do not ask me the information where you could easily find it through google. I can’t remember the exact oil price. It changes every minutes. Do the research first. Once you get stuck, you may come to me” Minnie hanya manggut-manggut saja. Maria dan aku berspekulasi kalau Minnie naksir Professor D.K. yang memang tampangnya bak artis sinetron Turki.
Entah kenapa, tampaknya suasana hati Professor D.K tak terlalu baik hari itu. Tidak seperti hari-hari biasanya, dia akan mengajar selama sesi pertama, dan melakukan tanya jawab dan diskusi di sesi kedua. Kali ini, professor D.K ingin kami melakukan diskusi kelompok. Intissar berbisik agar kami berada di kelompok yang sama. Namun, tampaknya professor D.K memperhatikan kedekatan kami dan langsung berkata, “you two won’t be in the same group,” katanya sambil menunjuk kami berdua. Aku langsung memberi kode pada Nasir yang duduk di bangku depan agar kami bisa sekelompok. Namun, Professor D.K seperti sudah menduga, dia juga langsung berkata, “not with him too”
Akhirnya, Professor D.K menempatkanku bersama Minnie dan seorang mahasiswa asal Perancis. Well, sebenarnya aku tak keberatan sekelompok dengan siapa saja. Tapi, sekelompok dengan orang yang kukenal baik membuatku merasa lebih secure. Namun, Professor D.K berpikiran lain. Sekelompok dengan Nasir mungkin akan membuatku sebagai pendengar budiman, karena Nasir tahu hampir segalanya. Dengan dua mahasiswa lain, mau tak mau aku harus bersuara. Professor D.K berhasil membuatku mengemukakan pendapat sore itu.
Di minggu berikutnya, Professor D.K mengeluarkan nilai. Nilaiku bukan yang tertinggi, namun cukup baik. Bahkan lebih baikdari yang kuharapkan. Aku cukup puas. Nasir memperoleh nilai tertinggi di kelas. Namun dia tetap mempertanyakan nilainya pada Professor D.K
“Hey. You got the highest score. Still not enough?” tanya Professor.
“I just want to know what I did wrong, Professor” mereka menghabiskan lima belas menit untuk meyakinkan Nasir akan hasil ujiannya. Nilai Maria juga bagus. Intissar memperoleh nilai yang tidak terlalu baik. Dia lupa membuat reference. Aku kasihan sekali padanya. Sementara Laz mengaku mendapat nilai 80. Ketika Nasir kuberitahu, dia berkata, “I don’t believe it. He’s lying”